WartaPendidikan.co.id -Isu mengenai penghapusan kebijakan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) dengan sistem zonasi kini menjadi topik hangat yang ramai dibicarakan oleh masyarakat, khususnya orangtua siswa dan para pemangku kepentingan di bidang pendidikan. Wacana ini mencuat setelah Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka meminta Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen) Abdul Mu’ti untuk menghapus kebijakan PPDB zonasi.

Berikut adalah 6 fakta penting yang perlu diketahui terkait isu penghapusan PPDB zonasi:

1. Pernyataan Wakil Presiden Gibran

Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka menegaskan pentingnya menghapuskan sistem zonasi dalam PPDB. Gibran menyampaikan bahwa kebijakan tersebut belum dapat diterapkan di semua wilayah karena adanya ketimpangan kualitas sekolah dan distribusi guru yang tidak merata. Ia mengungkapkan hal ini dalam pidatonya pada acara Pembukaan Tanwir I Pemuda Muhammadiyah di Jakarta pada 21 November 2024. “Saya sampaikan secara tegas ke pak menteri pendidikan, ‘pak ini zonasi harus dihilangkan’,” ujar Gibran.

2. Respons Kemendikdasmen

Menanggapi usulan penghapusan sistem zonasi, Mendikdasmen Abdul Mu’ti mengungkapkan bahwa timnya tengah mempelajari wacana tersebut. “Masih dalam proses pengkajian,” kata Abdul Mu’ti, menjelaskan bahwa kementerian masih melakukan kajian terkait dampak dan keberlanjutan kebijakan ini.

3. Tanggapan dari DPR

Ketua Komisi X DPR, Hetifah Sjaifudian, menegaskan bahwa zonasi diperlukan untuk mengurangi ketimpangan kualitas sekolah dan mencegah diskriminasi di sistem pendidikan. Namun, ia mengakui adanya tantangan implementasi kebijakan ini, seperti ketidaksiapan fasilitas pendidikan di berbagai wilayah. Hetifah juga menekankan bahwa penghapusan zonasi harus dilakukan melalui diskusi yang melibatkan masyarakat dan pemangku kepentingan.

4. Skema yang Ditawarkan DPR

Merespons isu penghapusan zonasi, DPR memberikan tiga skema yang bisa dipertimbangkan terkait keberlanjutan sistem PPDB berbasis zonasi:

  • Pertama: Sistem zonasi tetap ada dengan perbaikan untuk mengatasi kekurangan yang ada.
  • Kedua: Zonasi disempurnakan dengan beberapa perubahan.
  • Ketiga: Zonasi dihapus sepenuhnya. Jika sistem zonasi dihapus, pemerintah harus mempertimbangkan apakah akan kembali menggunakan sistem lama, seperti Ujian Nasional (UN), sebagai alat seleksi penerimaan siswa.
Baca juga :  Ki Darmaningtyas Sebut Pengembalian Penjurusan SMA IPA, IPS, dan Bahasa sebagai Kebijakan Realistis

5. Dampak Penghapusan Zonasi

Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) mengingatkan agar keputusan penghapusan PPDB zonasi tidak diambil tergesa-gesa tanpa kajian akademik yang mendalam. Satriwan Salim, Koordinator Nasional P2G, menyebutkan bahwa penghapusan sistem zonasi bisa berdampak negatif, seperti meningkatnya angka putus sekolah, menciptakan kastaisasi sekolah, serta meningkatkan biaya pendidikan di sekolah swasta. Hal ini dikhawatirkan akan membuat anak-anak dari keluarga miskin semakin tertinggal.

6. Perlunya Evaluasi Mendalam

Komisi X DPR RI menyatakan bahwa penghapusan sistem zonasi dalam PPDB harus melalui evaluasi yang mendalam. Semua aspirasi, baik dari masyarakat maupun pemerintah, perlu dipertimbangkan dengan matang. Ketua Komisi X Hetifah Sjaifudian menekankan pentingnya mendengar pendapat publik dan para pemangku kepentingan, termasuk Mendikdasmen, dinas pendidikan, guru, orang tua siswa, serta pemerhati pendidikan, untuk memastikan keputusan yang diambil benar-benar berdampak positif bagi sistem pendidikan di Indonesia.

Kesimpulan

Isu mengenai penghapusan PPDB zonasi masih dalam tahap pengkajian dan diskusi. Diperlukan evaluasi menyeluruh terkait dampak dari kebijakan ini, baik positif maupun negatif, agar keputusan yang diambil nanti dapat membawa perubahan yang lebih baik dalam sistem pendidikan di Indonesia. Sebelum penghapusan dilakukan, penting untuk melibatkan berbagai pihak dalam proses diskusi agar kebijakan tersebut dapat memberikan manfaat bagi seluruh lapisan masyarakat.