WartaPendidikan.co.id, Muaro Jambi – Mahasiswa yang tergabung dalam Community College Community Driven Development (CDD) mengadakan diskusi tentang sumber daya genetik di Jambi, dengan fokus utama pada pelestarian benih padi lokal pada tanggal 6 Mei 2025.
Kegiatan ini menekankan pentingnya peran padi lokal dalam mendukung ketahanan pangan nasional serta kemandirian petani.
Sebagai negara dengan kekayaan keanekaragaman hayati yang luar biasa, Indonesia memiliki banyak sumber daya genetik yang sangat berharga.
Diskusi ini menggarisbawahi perlunya pelestarian benih padi lokal, baik yang ditanam di ladang maupun sawah, sebagai upaya nyata untuk melindungi keanekaragaman hayati yang semakin terancam.
Indonesia telah menunjukkan komitmennya dalam menjaga keanekaragaman hayati melalui ratifikasi sejumlah perjanjian internasional, seperti Konvensi Keanekaragaman Hayati Perserikatan Bangsa-Bangsa (1992), Protokol Cartagena (2000), dan Protokol Nagoya (2011). Dalam Pasal 2 CBD 1992 disebutkan bahwa sumber daya genetik adalah “materi genetik yang memiliki nilai nyata atau potensial.”
Di tingkat nasional, hal ini juga tercantum dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2019 tentang Sistem Budi Daya Pertanian Berkelanjutan, yang mendefinisikan sumber daya genetik sebagai materi genetik yang berasal dari tumbuhan, hewan, atau mikroorganisme yang mengandung unit pewarisan sifat.
Beberapa varietas padi lokal seperti padi Unggan, Sani Bungin, serta Silih Bungin Halus dan Panjang dari Desa Telentam, Tabir Barat, masih dipelihara oleh masyarakat setempat. Benih-benih ini tidak hanya berfungsi menjaga ketahanan pangan keluarga, tetapi juga memiliki nilai adaptasi terhadap iklim dan serangan hama.
Indah Kristiani Hutasoit, salah seorang anggota CDD yang aktif dalam upaya pelestarian ini, menjelaskan bahwa pelestarian benih padi lokal sangat penting untuk mencegah kepunahan varietas asli yang merupakan warisan budaya dan sumber daya genetik yang berharga.
“Benih lokal berperan penting dalam menjaga keanekaragaman hayati dan mendukung ketahanan pangan,” tambahnya.
Dewi Rahmawati, salah satu peserta diskusi, mengungkapkan bahwa selain berperan sebagai bagian dari kekayaan genetik, benih lokal juga memberikan manfaat praktis bagi petani.
“Selain lebih hemat biaya, benih lokal sudah beradaptasi dengan kondisi tanah, iklim, dan hama setempat, sehingga lebih tahan terhadap penyakit dan perubahan iklim,” jelasnya.
Diskusi ini menghasilkan enam rekomendasi utama, antara lain: mencegah kepunahan varietas asli dan melestarikan keanekaragaman hayati, mendorong kemandirian petani dengan produksi benih secara mandiri, memanfaatkan kemampuan adaptasi benih lokal terhadap lingkungan setempat yang mendukung ketahanan iklim dan hama, serta memastikan ketahanan terhadap hama agar hasil panen dapat disimpan lebih lama.
Selain itu, diskusi ini juga menekankan pentingnya menjaga tradisi dan ketahanan pangan keluarga seperti yang dilakukan oleh masyarakat Desa Penyengat Olak, serta meningkatkan pendapatan petani melalui hasil panen yang sesuai dengan permintaan pasar lokal.
Dengan menjaga benih lokal, mahasiswa CDD berharap Indonesia tidak hanya mengenang masa lalu pertaniannya, tetapi juga bergerak menuju masa depan yang lebih mandiri dan berkelanjutan di sektor pangan. (*)
Leave a Reply