WartaPendidikan.co.id, Jambi – Ujian Tulis Berbasis Komputer-Seleksi Nasional Berdasarkan Tes (UTBK-SNBT) bukan hanya sebagai seleksi masuk perguruan tinggi, tetapi juga sebagai momen penting di mana para peserta menguji mimpi dan harapan besar mereka.

Di balik ribuan peserta, terdapat kisah-kisah luar biasa dari pejuang muda yang datang dari berbagai daerah. Mereka membawa tekad yang kuat dan semangat yang tak kenal menyerah, meski harus menghadapi berbagai keterbatasan.

Salah satunya adalah Gebby Clarasyah, seorang remaja dari Kasang Pudak, Kecamatan Kumpeh Hulu, yang hadir di UTBK-Unjq bersama ibunya, Ajeng, seorang ibu tunggal yang membesarkan dua anak tanpa kehadiran suami.

Mereka menempuh perjalanan satu jam menggunakan sepeda motor dan menghadapi kemacetan untuk mencapai lokasi demi masa depan yang lebih baik.

Gebby aktif dalam seni vokal solo dan sudah meraih prestasi di tingkat kota. Ia memilih Program Studi Sendratasik sebagai impian masa depannya. Ibunya pun memberikan dukungan penuh kepada Gebby, berharap anaknya bisa sukses.

Selain Gebby, ada juga Hani Amnesi Ramadhani dari Muara Bungo, pelajar cerdas yang bercita-cita menjadi dokter. Lahir dari pasangan Golkarmen dan seorang guru, Hani telah menempuh banyak perjuangan sejak kelas 11. Ia aktif mengikuti bimbingan belajar, olimpiade sains, dan menjadi juara umum di SMA Negeri 16 Muara Bungo.

Meski gagal di jalur SNBP, Hani tidak menyerah. Keluarganya rela menempuh perjalanan enam jam ke Jambi untuk memastikan semuanya berjalan lancar. Sang Ayah mengungkapkan rasa bangga meskipun mereka berasal dari latar belakang sederhana.

Dari Riau, seorang peserta UTBK lainnya juga datang bersama tantenya yang kini sedang kuliah. Meskipun ia harus menunda kuliah satu tahun karena masalah ekonomi, ia tetap aktif berprestasi dan meraih beasiswa selama sekolah.

Baca juga :  Dinas Pendidikan Jatim Larang Wisuda dan Purnawiyata, Ganti dengan Kegiatan Kreatif dan Inovatif

Orang tuanya hanya memiliki pendidikan sampai SMA dan tak bisa mendampingi anak tersebut karena kesibukan mereka. Tantenya dengan bangga menceritakan betapa rajinnya sang keponakan dalam belajar setiap pagi usai salat, dan meskipun awalnya ingin menjadi dokter, kini ia sudah menemukan pilihan studinya sendiri.

Tiga kisah ini mewakili perjuangan dan impian yang datang dari berbagai latar belakang dan tempat yang berbeda, tetapi semua memiliki tujuan yang sama: untuk meraih pendidikan yang lebih baik dan mengubah masa depan.

Dari kampung hingga kota, dari keluarga sederhana hingga yang lebih mampu, mereka datang dengan semangat yang tak terbendung.

UTBK bagi mereka bukan sekadar ujian, tetapi langkah pertama untuk meraih masa depan, membalas pengorbanan orang tua, dan membuktikan bahwa keterbatasan bukanlah halangan.

Dari Kasang Pudak, Muara Bungo, hingga Riau, mereka semua adalah contoh inspirasi bagi kita semua. Mereka terus berusaha dengan doa dan harapan, berharap Tuhan memberi kemudahan dalam perjalanan hidup mereka. (*)