WartaPendidikan.co.id, Kendal – Nelson Mandela pernah berkata, “Pendidikan adalah senjata paling ampuh yang dapat digunakan untuk mengubah dunia.” Kutipan ini sangat relevan dengan perjalanan Dewi Nur Laksmi Astutiningtyas, seorang guru kelas 5 di SDN 4 Banyuringin.
Sekolah tempatnya mengabdi berada di kawasan perkebunan karet di daerah terpencil, selatan Kabupaten Kendal. Sebagai seorang pendidik, Dewi memiliki misi untuk mengubah pendekatan pembelajaran konvensional dengan mengintegrasikan teknologi dalam proses belajar-mengajar. Ia ingin memastikan bahwa murid-muridnya siap menghadapi tantangan era digital.
Dewi dikenal sebagai sosok inspiratif yang berhasil mentransformasi cara belajar di sekolahnya. Berkat bimbingannya, murid-murid dari daerah pedesaan kini mahir menggunakan perangkat digital untuk mencari referensi, membuat presentasi daring, dan bahkan memanfaatkan kecerdasan buatan seperti ChatGPT dan Gemini untuk menambah wawasan.
Salah satu hasil nyata dari inovasi ini adalah inisiatif murid-muridnya dalam menyusun buku antologi puisi serta menciptakan media pembelajaran digital secara mandiri. Hal ini menjadi bukti keberhasilan metode pengajaran Dewi dalam membangun keterampilan abad ke-21.
Perubahan tersebut tentu tidak terjadi dalam sekejap. Sebagai pendidik yang adaptif, Dewi terus menyesuaikan metode ajarnya sesuai dengan kebutuhan murid. Ketika beberapa siswa mengalami kesulitan dalam memahami konsep pecahan dan persen melalui buku ajar dan papan tulis, ia segera mengubah strategi dengan mengajak mereka bermain permainan edukatif berbasis pecahan secara daring. Pendekatan ini tidak hanya mempermudah pemahaman mereka, tetapi juga meningkatkan motivasi belajar.
“Dengan bermain game, mereka tidak hanya belajar matematika, tetapi juga mengasah kemampuan berpikir kritis dan pemecahan masalah,” tutur Dewi, yang juga seorang ibu dari dua anak.
Wawasannya dalam pengajaran numerasi semakin berkembang setelah mengikuti pelatihan dari Tim Srikandi Program Fasda Perubahan Tanoto Foundation. Menurutnya, keterampilan numerasi sangat penting dalam kehidupan sehari-hari. Anak-anak tidak hanya menggunakannya untuk menghitung uang saku, tetapi juga dalam aktivitas lain seperti memperkirakan jumlah pohon karet yang harus disadap saat membantu orang tua di kebun atau mengatur waktu belajar dan bermain dengan lebih efisien.
“Numerasi sangat berkaitan erat dengan kehidupan sehari-hari murid,” ungkapnya.
Sebagai seorang Google Certified Trainer dan Koordinator Guru Penggerak Angkatan 9 Kabupaten Kendal, Dewi aktif berbagi inovasi pendidikan dengan rekan sejawat. Ia juga menjabat sebagai Ketua Komunitas Belajar Guru SIMPEL Kecamatan Singorojo serta turut berpartisipasi dalam Komunitas Kendal Pintar Berbagi yang berada di bawah naungan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Kendal.
Kiprahnya dalam dunia digital semakin luas saat ia terpilih sebagai Guru Konten Kreator Jawa Tengah dan menjadi narasumber dalam Program Berbagi Praktik Baik BBGP Provinsi Jawa Tengah. Dengan lebih dari 21 ribu pengikut di Instagram, konten edukatif yang ia buat sering kali menjadi viral. Salah satu unggahannya mengenai penerapan kecerdasan buatan dalam pembelajaran bahkan telah ditonton lebih dari 1,2 juta kali.
Bagi Dewi, mengajar bukan sekadar menyampaikan materi, tetapi juga menanamkan nilai-nilai pembelajaran sepanjang hayat. Ia berupaya menciptakan lingkungan belajar yang mendorong murid-muridnya untuk berani bermimpi besar, berpikir kritis, dan memanfaatkan teknologi sebagai sarana untuk mencapai tujuan mereka.
“Saya juga selalu mendukung rekan-rekan guru di sekolah. Sekolah kami kecil, hanya ada tiga guru, semuanya perempuan. Walaupun berada di pelosok, kami tidak boleh tertinggal dalam hal teknologi dan wawasan,” ujar Dewi.
Untuk memastikan semua guru dapat beradaptasi dengan perkembangan zaman, ia menginisiasi kelompok belajar bagi rekan-rekannya. Selain itu, Dewi juga berkomitmen untuk membangun kepercayaan diri murid perempuan agar mereka berani bermimpi dan bercita-cita tinggi.
Ia ingin mereka memahami bahwa perempuan memiliki kesempatan yang sama dalam pendidikan dan kehidupan. “Saya selalu mengingatkan mereka bahwa masa depan ada di tangan mereka sendiri. Jangan pernah takut untuk bermimpi besar dan mewujudkannya,” tegasnya.
Dewi tidak hanya mendorong murid-muridnya untuk mengejar pendidikan tinggi, tetapi juga memberikan contoh nyata dengan terus melanjutkan studinya. Saat ini, ia sedang menjalani ujian tesis pascasarjana.
“Meski sudah menjadi guru, saya tetap ingin terus belajar. Pendidikan bukan hanya soal gelar, tetapi juga perjalanan untuk terus berkembang,” ujarnya penuh semangat.
Dedikasi dan pencapaiannya telah menginspirasi banyak orang, khususnya perempuan, untuk terus berkarya dan berkontribusi dalam dunia pendidikan. Ke depan, Dewi berencana memperkaya konten teknologi dalam pembelajaran melalui kampanye di media sosialnya.
“Misi saya adalah memastikan bahwa anak-anak di daerah yang sulit akses pendidikannya tetap memiliki kesempatan belajar dengan teknologi terkini, sama seperti anak-anak di perkotaan,” ungkapnya.
Ia berharap dapat membangun jaringan pendidik yang lebih luas untuk berkomitmen dalam inovasi pendidikan dan membawa perubahan yang lebih baik bagi dunia pendidikan di Indonesia. Semangatnya sejalan dengan pesan International Women’s Day, yakni merangkul kesetaraan dan memperjuangkan akses pendidikan berkualitas bagi semua. (*)
Leave a Reply