WartaPendidikan.co.id, Jakarta – Pemerintah berencana menjadikan barak militer sebagai tempat pembinaan anak-anak bermasalah, dan wacana ini menimbulkan perdebatan di tengah masyarakat.
Menanggapi hal tersebut, Dosen Sosiologi Universitas Muhammadiyah Malang (UMM), Rachmad Kristiono Dwi Susilo, menyebut bahwa pendekatan militer dalam pembinaan karakter anak mencerminkan lemahnya kepercayaan terhadap sistem pendidikan formal yang saat ini ada.
Menurutnya, pembentukan akhlak dan perilaku anak tidak bisa diserahkan hanya kepada satu lembaga saja, melainkan harus melibatkan keluarga, lingkungan sosial, komunitas agama, serta masyarakat secara umum.
Rachmad menilai nilai-nilai seperti kedisiplinan dan nasionalisme memang bisa dibentuk melalui metode militeristik, tetapi pendekatan semacam itu tidak boleh menjadi satu-satunya solusi, apalagi jika diterapkan tanpa memahami kondisi sosial anak secara menyeluruh.
Ia menjelaskan bahwa keluarga adalah tempat pertama dan utama dalam pembentukan karakter anak. Banyak anak dengan perilaku menyimpang justru berasal dari lingkungan keluarga yang tidak harmonis, pendidikan yang minim, atau kondisi sosial yang kurang mendukung.
Oleh karena itu, pendekatan yang hanya mengandalkan ketakutan dan hukuman dianggap tidak cukup menyelesaikan persoalan.
Ia juga mengkritik model pembinaan yang mengandalkan efek jera jangka pendek. Menurutnya, pendidikan karakter harus melalui proses panjang dan konsisten agar hasilnya bertahan lama.
Jika pendidikan hanya menekankan pada disiplin tanpa memperhatikan sisi psikologis dan sosial anak, maka pendekatan itu dikhawatirkan akan menimbulkan masalah baru, seperti ketidaksesuaian nilai antara sistem barak dengan kebutuhan psikososial anak-anak yang berasal dari berbagai latar belakang.
Rachmad mengusulkan pendekatan yang lebih komprehensif, yakni melalui penilaian menyeluruh terhadap anak untuk mengidentifikasi akar permasalahan, baik dari sisi individu, psikologis, maupun sosiologis. Berdasarkan hasil penilaian tersebut, pembinaan bisa disesuaikan agar lebih tepat sasaran.
Ia menegaskan bahwa pendidikan moral dan karakter seharusnya menjadi tanggung jawab lembaga pendidikan yang memiliki keahlian dalam bidang tersebut, dan keluarga harus diberdayakan kembali sebagai basis utama pembentukan moral anak.
Rachmad menekankan agar pendekatan militeristik ini tidak diterapkan secara luas sebelum melalui kajian ilmiah dan sosial yang matang, agar tidak berdampak negatif pada perkembangan anak. (*)
Leave a Reply