WartaPendidikan.co.id, Semarang – Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro (FK Undip) menjadi tuan rumah koordinasi rencana aksi Sistem Kesehatan Akademik (SKA) Wilayah IV untuk program akselerasi pemenuhan dan distribusi tenaga medis spesialis, yang diselenggarakan dalam rangkaian Musyawarah Wilayah Asosiasi Institusi Pendidikan Kedokteran Indonesia (AIPKI) IV di Semarang, Jawa Tengah pada Jumat (19/9/2025).
Kegiatan ini dihadiri oleh 28 universitas anggota AIPKI wilayah IV yang meliputi DIY, Jawa Tengah dan seluruh Kalimantan, serta dihadiri oleh Sekretaris Daerah Provinsi Jawa Tengah, Sumarno, yang mewakili Gubernur Daerah Provinsi Jateng dan Rektor Undip, Suharnomo.
Dalam sambutan pembukaannya, Sekda Sumarno mengungkapkan perhatian serius pada kesenjangan antara jumlah dokter umum dan dokter spesialis di Indonesia. Ia juga menyoroti persepsi masyarakat mengenai tingginya biaya pendidikan kedokteran.
“Kita bicara masalah kesenjangan baik dokter umum maupun dokter spesialis. Ternyata kendalanya masih cukup berat dari sisi waktu dan biaya,” ujar Sumarno.
Ia juga menyampaikan, meskipun banyak beasiswa yang ditawarkan, persepsi masyarakat masih menganggap pendidikan kedokteran mahal. Terlebih lagi di Jawa Tengah, rasio jumlah dokter masih jauh dari kebutuhan ideal.
Saat ini rasio jumlah tersebut hanya sekitar 11.000 dokter umum yang tersedia, sedangkan kebutuhan sebenarnya mencapai 27.000 orang.
Sementara itu Ketua AIPKI Wilayah IV, Yodi Mahendradhata, mengungkapkan bahwa respons dari Kementerian terhadap cita-cita Presiden untuk memenuhi kebutuhan dokter spesialis dan sub spesialis harus tetap mengutamakan mutu, dan pada saat yang bersamaan tetap mendorong peningkatan kapasitas.
UGM dan UNDIP sebagai FK mitra/pendamping, akan membantu pembukaan lebih dari 60 prodi baru spesialis dan sub spesialis di FK wilayah DIY, Jawa Tengah dan seluruh provinsi di Kalimantan.
“Khususnya akselerasi pemenuhan dan distribusi tenaga medis spesialis dan sub spesialis harus tetap berpegang pada standar dan jaminan mutu,” kata Yodi.
Sementara itu Rektor Universitas Diponegoro, Suharnomo, menekankan pentingnya kolaborasi antara pendidikan kedokteran, pelayanan kesehatan klinis, dan riset dalam membangun Sistem Kesehatan Akademik yang efektif. Menurutnya, sistem ini perlu berjalan beriringan agar bisa memberikan manfaat maksimal bagi masyarakat.
“Salah satu tema yang akan kita bahas bersama dalam musyawarah wilayah ini adalah Sistem Kesehatan Akademik, sebuah sistem yang menggabungkan tiga pilar: pendidikan akademik, pelayanan kesehatan klinis, dan riset, di mana semua pihak harus berkolaborasi dengan efektif,” ujar Suharnomo.
Pada kesempatan yang sama, Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi, Khairul Munadi, menegaskan pentingnya pendekatan gotong royong dalam menyelesaikan masalah produksi dan distribusi dokter.
Ia menambahkan bahwa penyelesaian masalah ini membutuhkan interaksi yang selaras antara institusi pendidikan, fasilitas pelayanan kesehatan, pemerintah daerah, pemerintah pusat, maupun swasta.
Dukungan pemerintah daerah sangat diperlukan untuk program ini, diantaranya menurunkan biaya retribusi pendidikan spesialis di rumah sakit milik Pemda.
“Untuk itu, pendekatan yang kita gagas, yang ibu dan bapak dokter sudah sangat familiar, yaitu pendekatan berbasis sistem kesehatan akademik. Sehingga adanya interaksi dan integrasi dari berbagai aksi yang selaras untuk menyelesaikannya untuk mencapai quick wins bidang pendidikan kesehatan,” tutur Dirjen Khairul.
Koordinasi SKA dan AIPKI Wilayah IV ini diharapkan dapat menciptakan semangat gotong royong yang kuat, khususnya di kalangan universitas, rumah sakit dan pemerintah daerah, guna mengatasi berbagai dinamika dalam pendidikan kedokteran, serta distribusi tenaga medis spesialis dan sub spesialis di Indonesia.
Kegiatan kemudian dilanjutkan dengan diskusi bersama Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi dan Satuan Tugas PPDS SKA Kemdiktisaintek mengenai isu-isu pendidikan tenaga medis di AIPKI Wilayah IV, dilanjutkan dengan Sidang Organisasi. (*)
Leave a Reply