WARTAPENDIDIKAN.CO.ID, CIREBON –  Pimpinan Pusat Majelis Komunikasi Alumni Babakan (Makom Albab) bersama para pengasuh Pondok Pesantren Babakan Ciwaringin, Cirebon, Jawa Barat, menyatakan sikap kritis terhadap sejumlah kebijakan Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi.

Melalui maklumat resmi, mereka menilai sejumlah kebijakan Dedi Mulyadi tidak selaras dengan prinsip keadilan pendidikan serta nilai-nilai akhlakul karimah yang diwariskan para pendiri pesantren.

Lima poin maklumat tersebut merupakan hasil musyawarah bersama para pengasuh pondok dan alumni yang tergabung dalam Makom Albab dan Persatuan Seluruh Pesantren Babakan (PSPB). Mereka menekankan pentingnya dukungan pemerintah terhadap pesantren secara proporsional dan berkeadilan, sesuai amanat konstitusi dan UUD 1945.

Koordinator Pengasuh Pondok Pesantren Babakan Ciwaringin, KH. Marzuki Ahal, menyoroti Peraturan Gubernur No. 12 Tahun 2025 yang menghapus dana hibah untuk pesantren. Menurutnya, kebijakan tersebut bertentangan dengan UUD 1945 serta UU No. 18 Tahun 2019 tentang Pesantren.

“Alih-alih dihapus, dukungan terhadap pesantren semestinya justru ditingkatkan,” ujar Kiai Marzuki, Senin (21/7/2025).

Selain soal hibah, ia juga mengkritisi kebijakan pembatasan jumlah siswa per rombongan belajar (rombel) yang tertuang dalam Keputusan Gubernur Jabar No. 463.1/KEP.323-DISDIK/2025. Kebijakan tersebut menetapkan batas maksimal 50 siswa per rombel.

Menurut Kiai Marzuki, keputusan itu berpotensi menurunkan kualitas pendidikan dan mematikan sekolah swasta karena tidak mampu bersaing secara kuantitatif.

Makom Albab juga menyoroti diskriminasi dalam Bantuan Pendidikan Menengah Umum (BPMU) antara sekolah negeri dan swasta. Mereka menilai hal ini tidak sesuai dengan konstitusi dan keputusan Mahkamah Konstitusi No. 3/PUU-XXII/2024 serta UU Sisdiknas No. 20 Tahun 2003.

“Makom Albab menuntut agar tidak ada perbedaan perlakuan antara sekolah negeri dan swasta,” tegas Kiai Marzuki.

Baca juga :  SMAN 3 Blitar Siap Tingkatkan Kualitas Pendidikan, Ini Visi dan Misinya

Ketua Umum Makom Albab, Kombes (Purn) Juhana Zulfan, yang juga Wakil Ketua DPRD Kabupaten Majalengka, turut menyoroti kebijakan lima hari sekolah. Ia menyebut kebijakan itu mengancam keberlangsungan Madrasah Diniyah, yang merupakan bagian penting dari pendidikan keagamaan nonformal di pesantren.

Ia merujuk pada Surat Edaran Dinas Pendidikan Jawa Barat No. 58/PK.03/Disdik yang menetapkan sistem lima hari sekolah.

Selain itu, Makom Albab juga mempertanyakan kebijakan penyerahan ijazah secara gratis sebagaimana diatur dalam SE Gubernur No. 3597/PK.03.04.04/SEKRE dan SE Disdik Jabar No. 100.3.4,4/2879/DISDIK/2004.

Menurut mereka, kebijakan tersebut perlu dievaluasi karena tidak sepenuhnya mempertimbangkan realitas lapangan, terutama di sekolah-sekolah swasta yang masih bergantung pada dana partisipasi orang tua siswa.

Maklumat ini ditegaskan sebagai bentuk komitmen moral komunitas pesantren untuk menjaga marwah pendidikan Islam dan menyuarakan aspirasi umat di Jawa Barat. (*)