WartaPendidikan.co.id, Jambi – Menjaga Keseimbangan antara Teknologi dan Perkembangan Sosial-Emosional. DI TENGAH derasnya arus digitalisasi, dunia pendidikan, termasuk Pendidikan Anak Usia Dini (AUD)—menghadapi tantangan yang tidak sederhana. Perangkat digital kini hadir hampir di setiap ruang keluarga dan satuan pendidikan. Gawai, tablet, dan layar interaktif bukan lagi barang asing, bahkan bagi anak-anak usia dini. Di satu sisi, teknologi menawarkan peluang besar untuk memperkaya proses pembelajaran. Namun di sisi lain, penggunaan teknologi yang tidak terkelola dengan baik justru berpotensi mengganggu perkembangan sosial, emosional, dan fisik anak.

Anak usia dini berada pada fase emas perkembangan (golden age), di mana stimulasi yang tepat akan sangat menentukan kualitas tumbuh kembangnya di masa depan. Oleh karena itu, pengelolaan lingkungan belajar AUD di era digital harus dilakukan secara hati-hati, seimbang, dan berbasis pada kebutuhan perkembangan anak secara holistik.

Lingkungan Belajar AUD sebagai Fondasi Perkembangan Anak

Lingkungan belajar AUD tidak hanya dimaknai sebagai ruang kelas atau tempat bermain, tetapi mencakup keseluruhan ekosistem yang memengaruhi pengalaman belajar anak. Lingkungan ini meliputi interaksi dengan guru, teman sebaya, orang tua, media pembelajaran, serta suasana emosional yang tercipta di dalamnya.

Berbagai kajian menunjukkan bahwa lingkungan belajar yang positif dan aman berkontribusi besar terhadap perkembangan kognitif, sosial, dan emosional anak. Anak-anak belajar paling efektif melalui interaksi langsung, bermain, eksplorasi, dan pengalaman nyata. Oleh karena itu, lingkungan belajar AUD harus dirancang untuk mendorong anak aktif bergerak, berkomunikasi, berimajinasi, dan membangun relasi sosial.

Digitalisasi, jika tidak dikelola dengan bijak, berpotensi menggeser pola belajar alami anak. Anak yang terlalu sering berinteraksi dengan layar berisiko kehilangan kesempatan untuk mengembangkan keterampilan sosial dasar, seperti berbagi, bergiliran, dan mengekspresikan emosi secara sehat.

Baca juga :  Dua Alumni MAN 2 Kulon Progo Raih Predikat Mahasiswa Terprestatif di FMIPA UNY

Tantangan Digitalisasi dalam Pendidikan Anak Usia Dini

Salah satu tantangan utama digitalisasi adalah ketergantungan teknologi. Banyak anak usia dini yang terbiasa menggunakan gawai sebagai sumber hiburan utama. Akibatnya, waktu bermain aktif dan interaksi sosial berkurang secara signifikan. Padahal, aktivitas fisik dan sosial merupakan kebutuhan dasar anak dalam tahap perkembangannya.

Tantangan berikutnya adalah paparan konten yang tidak sesuai usia

Tanpa pengawasan yang memadai, anak dapat dengan mudah mengakses konten yang mengandung kekerasan, bahasa tidak pantas, atau nilai-nilai yang belum dapat mereka pahami secara kritis. Hal ini berpotensi memengaruhi perilaku, emosi, dan cara anak memandang dunia.

Selain itu, pengawasan orang tua dan pendidik menjadi isu krusial. Tidak semua orang tua dan guru memiliki literasi digital yang memadai untuk mendampingi anak menggunakan teknologi secara aman dan edukatif. Ketimpangan ini dapat memperbesar risiko penyalahgunaan teknologi dalam lingkungan belajar AUD.

Pentingnya Pendekatan Seimbang

Menghadapi tantangan tersebut, pendekatan yang paling relevan bukanlah menolak teknologi, melainkan mengelolanya secara seimbang. Teknologi perlu diposisikan sebagai alat bantu pembelajaran, bukan sebagai pengganti interaksi manusia.

Integrasi teknologi yang seimbang berarti teknologi digunakan secara terbatas, terarah, dan sesuai dengan tujuan pembelajaran. Misalnya, penggunaan media digital untuk mengenalkan huruf, angka, atau cerita interaktif dapat menjadi sarana yang efektif jika disertai dengan diskusi, refleksi, dan aktivitas lanjutan secara langsung.

Guru dan orang tua memegang peran sentral dalam memastikan bahwa penggunaan teknologi tetap berada dalam koridor perkembangan anak. Pengawasan bukan sekadar membatasi waktu layar (screen time), tetapi juga mendampingi anak, berdialog, dan memberikan contoh penggunaan teknologi yang bijak.

Strategi Pengelolaan Lingkungan Belajar AUD di Era Digital

  • Pertama, integrasi teknologi yang proporsional. Satuan PAUD perlu memiliki kebijakan jelas terkait penggunaan teknologi, baik dari segi durasi, jenis konten, maupun tujuan pembelajaran. Teknologi sebaiknya digunakan untuk memperkaya pengalaman belajar, bukan menggantikannya.
  • Kedua, penguatan peran guru dan orang tua. Kolaborasi antara pendidik dan keluarga menjadi kunci keberhasilan pengelolaan lingkungan belajar AUD. Orang tua perlu diberikan edukasi tentang literasi digital dan dampak teknologi terhadap perkembangan anak, sehingga tercipta kesinambungan antara lingkungan sekolah dan rumah.
  • Ketiga, penyediaan aktivitas fisik dan sosial yang memadai. Lingkungan belajar AUD harus tetap menempatkan bermain aktif, seni, musik, dan interaksi sosial sebagai inti pembelajaran. Aktivitas-aktivitas ini membantu anak mengembangkan empati, regulasi emosi, dan keterampilan sosial yang tidak dapat digantikan oleh teknologi.
  • Keempat, pengembangan kurikulum yang adaptif. Kurikulum AUD perlu mengakomodasi perkembangan zaman tanpa mengabaikan prinsip perkembangan anak. Teknologi dapat diintegrasikan untuk menumbuhkan keterampilan abad ke-21 seperti kreativitas, komunikasi, dan kolaborasi, namun tetap berbasis pada pendekatan bermain dan pengalaman langsung.
Baca juga :  Mahasiswa MKS UIN STS Jambi Raih Best Paper di Konferensi Internasional ICIFIMS 2025

Dampak Positif Lingkungan Belajar yang Seimbang

Lingkungan belajar AUD yang dikelola secara seimbang akan memberikan manfaat jangka panjang. Anak-anak dapat tumbuh secara holistik, mengembangkan kemampuan kognitif sekaligus kecakapan sosial dan emosional. Mereka belajar menggunakan teknologi secara bijak, bukan sebagai pelarian, melainkan sebagai alat eksplorasi dan pembelajaran.

Selain itu, anak akan lebih siap menghadapi tantangan masa depan. Keterampilan abad ke-21 seperti berpikir kritis, kreativitas, dan kolaborasi dapat mulai ditanamkan sejak dini melalui pendekatan pembelajaran yang kontekstual dan bermakna.

Lebih jauh, keseimbangan antara teknologi dan interaksi sosial akan membantu anak membangun identitas diri yang sehat. Anak tidak hanya cakap secara digital, tetapi juga memiliki empati, kepercayaan diri, dan kemampuan berkomunikasi yang baik.

Penutup

Pengelolaan lingkungan belajar Anak Usia Dini di tengah tantangan digitalisasi merupakan tanggung jawab bersama antara pendidik, orang tua, dan pembuat kebijakan. Teknologi bukanlah ancaman jika dikelola dengan bijak, namun dapat menjadi alat yang powerful untuk mendukung pembelajaran anak.

Kunci utamanya terletak pada keseimbangan. Anak usia dini tetap membutuhkan sentuhan manusia, interaksi sosial, dan pengalaman nyata sebagai fondasi perkembangannya. Dengan lingkungan belajar yang seimbang, AUD tidak hanya tumbuh menjadi generasi yang melek teknologi, tetapi juga manusia yang utuh—cerdas secara intelektual, matang secara emosional, dan kuat secara sosial.

Oleh : Dr. JAMILAH 

DOSEN UIN STS JAMBI 

Referensi : 

1. Csikszentmihalyi, M. (2014). Applications of Flow in Human Development and Education. Springer.

2. UNESCO. (2021). Early Childhood Care and Education in a Digital World.

3. Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi RI. (2022). Kurikulum Merdeka PAUD dan Penguatan Profil Pelajar Pancasila.

4. Hirsh-Pasek, K., et al. (2015). Learning Through Play: A Review of the Evidence. LEGO Foundation.

Baca juga :  Mahasiswa Umsida Hadirkan Inovasi Digital dalam PLP 1 di Sekolah Pelosok NTT